Sabtu, 14 April 2012

HUKUM DI INDONESIA


Mochtar Kusumaatmadja[1][1] mengemukakan makna terdalam dari Negara berdasarkan atas hukum adalah: “...kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama di hadapan hukum”. Konsep negara hukum tentu saja sekaligus memadukan paham kedaulatan rakyat dengan kedaulatan hukum sebagai satu kesatuan. Untuk menelusuri konsep tentang negara hukum pada dasarnya dapat dijelaskan melalui dua aliran pemikiran, yaitu konsep rechtsstaat dan the rule of law. Untuk memahami hal itu, dapat ditelusuri sejarah perkembangan dua konsep yang berpengaruh tersebut. Konsep “rechtssaat” berasal dari Jerman dan konsep “the rule of law” berasal dari Inggris. Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX, meskipun pemikiran tentang itu sudah lama ada, sedangkan istilah “the rule of law” mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1855 dengan judul  Introduction to the Studi of the Law of the Constitution.
Berkenaan dengan negara hukum ini, Daniel S. Lev[2][5] berpendapat bahwa negara hukum adalah suatu negara yang disandarkan pada pembagian kekuasaan yang bertujuan untuk memperlemah elit-elit politik. Pembagian kekuasaan berdasarkan ide negara hukum menjadi suatu hal yang sah (legitimate).
Dalam konsep “Negara Hukum”, eksistensi peraturan perundang-undangan merupakan salah satu unsur fundamental bagi penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan atas hukum. Hal itu tercermin dari konsep Friedrich Julius Stahl[3][6]  dan Zippelius[4][7]  Menurut F.J. Stahl unsur-unsur utama negara hukum adalah:
1.  pengakuan dan  perlindungan hak-hak asasi manusia;
2.  pemisahan  kekuasaan   negara   berdasarkan   prinsip trias politika;
3. penyelenggaraan  pemerintahan  menurut undang-undang (wetmatigheid van bestuur); dan
4.   peradilan administrasi negara.
Sementara itu, Menurut Zippelius unsur-unsur negara hukum terdiri atas:
1.       pemerintahan menurut hukum (rechtsmatigheid van bestuur);
2.      jaminan terhadap hak-hak asasi;
3.      pembagian kekuasaan; dan
4.   pengawasan justisial terhadap pemerintah. 

Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila
Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 18 Agustus 1945 dan pidato Iwa Koesoema Soemantri (anggota PPKI), menunjukkan bahwa UUD 1945 memang bersifat sementara. Adapun pidato tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Ir. Soekarno: Saya beri kesempatan untuk membuat pemandangan umum, yang singkat. Cekak aos hanya mengenai pokok-pokok saja dan tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita buat sekarang ini, adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan ini: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan sempurna.
Pembukaan UUD 1945 alinea I (satu) yang menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajahan. Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang paling depan dalam menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai  dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak atas kemerdekaan sebagai hak asasinya.
Dari penjelasan dua konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep “negara hukum” Indonesia tidak dapat begitu saja dikatakan mengadopsi konsep rechtsstaat maupun konsep the rule of law, karena latar belakang yang menopang kedua konsep tersebut berbeda dengan latar belakang negara Republik Indonesia, walaupun kita sadar bahwa kehadiran istilah “negara hukum” berkat pengaruh konsep rechtsstaat maupun pengaruh konsep the rule of law. Sejalan dengan hal tersebut, Hadjon[5][21], menyatakan bahwa negara hukum Indonesia agak berbeda dengan rechtsstaat atau the rule of law. Rechtsstaat mengedepankan wetmatigheid, yang kemudian menjadi rechtsmatigheid, sedangkan  The rule of law mengutamakan prinsip equality before  the law. Adapun negara hukum Indonesia, menghendaki adanya keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yang mengedepankan asas kerukunan. Dari prinsip ini terlihat pula adanya elemen lain dari negara hukum Pancasila yakni terjalinnya hubungan fungsional yang proporsional antar kekuasaan negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah, dan peradilan merupakan sarana terakhir. Sejauh menyangkut HAM, yang ditekankan bukan hanya hak atau kewajiban, melainkan juga jalinan yang seimbang antara keduanya.
Sebenarnya di Indonesia, baru pada tahun 1966 istilah the rule of law mulai populer untuk mengartikan negara hukum, hal ini diungkapkan oleh Ashary[6][22] sebagai berikut: “Selain istilah rechtstaat, sejak tahun 1966 dikenal pula istilah The rule of law yang diartikan sama dengan negara hukum". Pendapat tersebut antara lain dikemukakan oleh Sunaryati Hartono dan Sudargo Gautama.
Sunaryati Hartono[7][23] mengemukakan: “Oleh sebab itu, agar supaya tercipta suatu negara hukum yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat yang bersangkutan, penegakan the rule of law itu harus diartikan dalam artinya yang materiil. Sudargo Gautama[8][24] menyatakan: “dan jika kita berbuat demikian, maka pertama-tama kita melihat bahwa dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum. Inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal sebagai rule of law.
Dari berbagai macam pendapat tersebut, nampak bahwa di Indonesia baik the rule of law  maupun rechtsstaat diterjemahkan dengan negara hukum. Hal ini sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar, sebab sejak tahun 1945 The rule of law merupakan suatu topik diskusi internasional, sejalan dengan gerakan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, sulitlah untuk saat ini, dalam perkembangan konsep the rule of law dan dalam perkembangan konsep rechtsstaat untuk mencoba menarik perbedaan yang hakiki antara kedua konsep tersebut, lebih-lebih lagi dengan mengingat bahwa dalam rangka perlindungan terhadap hak-hak dasar yang selalu dikaitkan dengan konsep the rule of law, Inggris bersama rekan-rekannya dari Eropa daratan ikut bersama-sama menandatangani dan melaksanakan The European Convention of Human Rights.
Dengan demikian, lebih tepat apabila dikatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia yang terdapat dalam UUD 1945  merupakan campuran antara konsep negara hukum tradisi Eropa Continental yang terkenal dengan rechtsstaat dengan tradisi hukum Anglo Saxon yang terkenal dengan the rule of law.  Bahkan lebih dari itu Rene David & John E.C. Brierley[9][25], menyatakan: “To a certain extent Indonesia, colonised by The Dutch, belongs to the Romano-Germanic family. Here, however, Romano-Germanic concepts combine with Muslim and customary law (adat law) in such a way that it is appropriate to consider that the system is mixed also”. Hal ini sejalan dengan pemikiran Yusril Ihza Mahendra[10][26] yang antara lain berpendapat bahwa kebijakan pemerintah Indonesia dalam merumuskan kaidah-kaidah hukum nasional, atau dalam semua hukum yang diciptakan, menjadikan empat hal sebagai sumber hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam, hukum eks kolonial yang sudah diterima oleh masyarakat dan konvensi-konvensi internasional yang berlaku.  Hal ini sesuai dengan fungsi negara dalam menciptakan hukum yakni mentransformasikan nilai-nilai dan kesadaran hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Mekanisme ini merupakan penciptaan hukum yang demokratis dan tentu saja tidak mungkin bagi negara untuk menciptakan hukum yang bertentangan dengan kesadaran hukum rakyatnya. Oleh karena itu kesadaran hukum rakyat itulah yang diangkat, yang direfleksikan dan ditransformasikan ke dalam bentuk kaidah-kaidah hukum nasional yang baru.
dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan: Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
Sebelum UUD 1945 diubah, penjelasannya memuat tentang Negara Hukum RI khususnya berkaitan Sistem Pemerintahan Negara RI sebagai berikut
1. Indonesia negara berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2.      Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme, (kekuasaan yang tidak terbatas).
3.      Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
4.      Presiden ialah penyelenggara Pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
5.      Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6.      Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7.      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut