Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
mulai 1 April 2012 ini cukup menuai pro-kontra di tengah-tengah masyarakat dari
pusat sampai daerah. Hal tersebut masih wajar sepanjang tidak anarkis, karena
antara pemerintah dan rakyat masing-masing punya argumentasi dengan maksud
saling menimbang dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat. Namun dalam hal
ini tentu kita melihat dari dampak aspek ekonominya, baru direncanakan saja
sudah ada dampak negative yang timbul. "Dampak kenaikan BBM sudah
dirasakan masyarakat bawah, dari mulai kenaikan bahan-bahan pokok juga
kelangkaan premium, belum lagi adanya mata rantai mafia yang mengambil
keuntungan dari isu kenaikan BBM ini," kata Ketua Umum PB PMII Addin
Jauharudin melalui pesan singkat pada Liputan6.com di Jakarta, Selasa
(6/3). Dan dikutip dari tribunnews.com ditemukan dampak yang sudah dirasakan
oleh Nelayan Pantai Labu, Deliserdang, Sumatera Utara, sudah merasakan dampak
kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak), dalam beberapa waktu terakhir ini.
Kodinator HNSI (Himpunan Nelayan
Seluruh Indonesia), Sanusi mengatakan walaupun masih sekedar wacana di tingkat
pusat kenaikan BBM para nelayan sudah dampak kenaikan khususnya bahan-bahan
perawatan perahu.
" Nelayan selalu kena imbasnya, walaupun
minyak belum naik tapi barang-barang lain sudah mengalami kenaikan"ujar
Sanusi. Dikatakan nelayan saat ini sudah merasakan kenaikan berupa kayu. Kayu
merantu sekarang harganya mencapai Rp 130 ribu per keping, padahal
awalnya Rp 110 ribu. Begitu juga dengan kayu leban harganya mencapai Rp
150 ribu perpotong padahal harga awalnya hanya Rp 75 ribu. Paku harga awalnya
Rp 25 ribu menjadi Rp 28 ribu.
Peluang Investasi di Tengah Rencana
Kenaikan BBM
Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi tidak akan dapat dihindari, meskipun dalam jangka panjang pasti akan terjadi normalisasi kembali sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh permintaan konsumsi domestik Indonesia. Yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah kenaikan tingkat inflasi ini berdampak negatif pada instrument-instrumen investasi di pasar modal? Dalam jangka pendek, jawabannya adalah benar. Sentimen negatif sudah dapat dipastikan akan mempengaruhi pergerakan harga aset-aset keuangan baik yang berbentuk saham maupun obligasi. Secara teori, kenaikan tingkat inflasi akan berdampak pada penurunan tingkat pendapatan secara riil baik dari sisi perusahaan sebagai emiten maupun dari sisi investor sebagai pembeli saham atau obligasi perusahaan tersebut.
Namun apabila pemerintah telah
melakukan antisipasi dengan memberikan kompensasi atas pencabutan subsidi BBM
tersebut dalam bentuk lain ke masyarakat, justru kenaikan BBM tersebut akan
berdampak positif dalam jangka panjang melalui pertumbuhan ekonomi yang akan
memberikan efek normalisasi pada sisi tingkat inflasi. Karena ketimbang
memberikan subsidi pada para pemilik kendaraan bermotor, terutama pemilik
kendaraan roda empat yang notabene memiliki daya beli yang lebih tinggi, maka
akan lebih bermanfaat bagi perekonomian secara umum apabila subsidi BBM dan
Tarif Dasar Listrik tersebut pada pembangunan infrastruktur yang pada
hakikatnya akan memberikan manfaat kepada masyarakat yang lebih luas.
Oleh karena itu, koreksi yang terjadi pada pasar saham dan obligasi hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan bagi para investor dan pemegang modal. Penurunan harga-harga tersebut harus dilihat sebagai peluang investasi guna untuk menurunkan biaya rata-rata perolehan (average cost) pada portofolio yang dimiliki oleh para investor. Apalagi banyak dari para analis yang telah menghitung bahwa pasar saham dan obligasi Indonesia saat ini terbilang sudah tidak murah lagi. Walaupun beberapa analis lainnya mengatakan bahwa valuasi pasar saham Indonesia dan tingkat imbal hasil obligasinya saat ini sudah berada pada posisi nilai wajarnya, sehingga secara relatif posisi valuasinya sama dengan pasar saham dan obligasi di tingkat regional maupun internasional.
Oleh karena itu, koreksi yang terjadi pada pasar saham dan obligasi hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan bagi para investor dan pemegang modal. Penurunan harga-harga tersebut harus dilihat sebagai peluang investasi guna untuk menurunkan biaya rata-rata perolehan (average cost) pada portofolio yang dimiliki oleh para investor. Apalagi banyak dari para analis yang telah menghitung bahwa pasar saham dan obligasi Indonesia saat ini terbilang sudah tidak murah lagi. Walaupun beberapa analis lainnya mengatakan bahwa valuasi pasar saham Indonesia dan tingkat imbal hasil obligasinya saat ini sudah berada pada posisi nilai wajarnya, sehingga secara relatif posisi valuasinya sama dengan pasar saham dan obligasi di tingkat regional maupun internasional.
http://www.tribunnews.com/2012/03/06/nelayan-sudah-merasakan-dampak-rencana-kenaikan-bbm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar