1.
Pengertian
Ada beberapa pengertian monopoli
yang diartikan beberapa
Kalangan;
Black’s Law Dictionary mengartikan monopoli sebagai “a peveilege or peculiar
advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the
exclusive right ( or power ) to carry on a particular article, or control yhe
sale of whole supply of a particular commodity ” . (Henry Champbell
Black,1990 : 696)
Secara etimologi, kata “monopoli”
berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’
yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas
memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual
yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie
Siswanto:2002)
Persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun
1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikankepentingan umum.Indonesia sebagai salah satu negara
yang sedang berkembang begitu takjub akan keberhasilan sistim ekonomi pasar
yang lebih mengedepankan persaingan ini. Sehingga regulasi yang dikembangkan dan
dihasilkanpun lebih mengarah pada praktek liberalisme. Produk legislasi yang
mengarah pada sistem ekonomi pasar bebas ini tidak dapat dilepaskan dari peran
IMF sebagi lembaga donor yang dibutuhkan Indonesia guna melepaskan diri dari
krisis ekonomi dunia yang melanda negara kita pada saat itu.
Perkembangan produk legislasi yang mengarah pada
pasar bebas terus berlanjut sehingga berakibat banyak produk asing yang bebas
masuk pasar Indonesia. Masuknya produk asing dalam jumlah besar telah mematikan
industri lokal yang tidak mampu bersaing baik dari segi mutu maupun harga,
serta masuknya pedagang dengan modal besar telah berhasil menggeser peran
pedagang kecil di kampong-kampung menjadi tidak mampu berdagang lagi karena
pelanggannya telah pindah ketempat yang menawarkan kenyamanan dan kemewahan
dalam berbelanja.
Pelaksanaa
Pelaksanaa
2.
Azas dan Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3.
Kegiatan yang Dilarang
Dalam pasal 17
ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang
melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku
usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
- Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
- Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;atau
- Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
4.
Perjanjian yang Dilarang
Sedangkan Perjanjian yang dilarang
oleh BAB III Undang-undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
Perjanjian
–perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang
terdiri dari :
a)
Oligopoli;
b)
Penetapan harga;
c)
Pembagian Wilayah;
d)
Pemboikotan;
e)
Kartel;
f)
Trust;
g)
Integrasi vertical;
h)
Perjanjian tertutup;
i) Perjanjian dengan pihak luar negeri.
Kegiatan-kegiatan tertentu yang
berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan- kegiatan
sebagai berikut:
a)
Monopoli;
b)
Monopsoni;
c)
Penguasaan pasar;
d)
Persekongkolan;
UU No. 5 Tahun 1999 mengatur larangan persekongkolan yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki dampak negatif baik secara aktual
maupun potensial terhadap persaingan. Ketentuan hukum yang melarang
persekongkolan sebagaimana disebut sebelumnya diatur dalam Bagian Keempat
tentang Persekongkolan yang meliputi:
a. Persekongkolan dalam tender (Pasal 22)
b. Persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan pesaing (Pasal 23)
c. Persekongkolan untuk menghambat produksi dan/atau pemasaran pesaingnya
(Pasal 24)
Dalam Pedoman ini pembahasan difokuskan pada penjelasan atas
ketentuan larangan persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan pesaing
(persekongkolan informasi)
(Pasal 23).
Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”
Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan usaha pesaing yang diklasifikan sebagai rahasia perusahaan.
Pendekatan yang digunakan dalam Pasal 23 ini adalah pendekatan rule of reason yang melihat dan memperhatikan dampak atau efek yang ditimbulkan dari persekongkolan tersebut terhadap persaingan.
Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”
Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan usaha pesaing yang diklasifikan sebagai rahasia perusahaan.
Pendekatan yang digunakan dalam Pasal 23 ini adalah pendekatan rule of reason yang melihat dan memperhatikan dampak atau efek yang ditimbulkan dari persekongkolan tersebut terhadap persaingan.
4.
Hal
– Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak
Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999) merupakan sesuatu yang
dilarang, akan tetapi karena pada perjanjian waralaba terdapat HKI yang
merupakan hak eksklusif, maka UU No. 5 Tahun 1999 memberikan pengecualian untuk
tidak memberlakukan ketentuannya terhadap perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
Pengecualian terhadap perjanjian yang berkaitan dengan
waralaba diatur dalam Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 50 huruf b menjelaskan bahwa semua
perjanjian yang berkaitan dengan waralaba dikecualikan terhadap Undang-undang
No. 5 Tahun 1999. Namun dalam praktek ternyata terdapat perjanjian yang
berkaitan dengan waralaba yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Keadaan yang demikian tentunya tidak termasuk
dalam katagori perjanjian waralaba yang dikecualikan, karena perjanjian yang
dikecualikan adalah perjanjian yang mengatur sistem bisnis waralaba dan
pengalihan hak lisensi dari pemberi waralaba kepaga penerima waralaba.
Sedangkan mengenai perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, walaupun berkaitan dengan waralaba tidak
dikecualikan.
6. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU )
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
KPPU
menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
- Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
- Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
- Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam
pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu
sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason,
yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang
ditimbulkan.
7.
Sanksi
KPPU sebagai lembaga
pengawas persaingan usaha yang diberi kewenangan melalui UU No. 5 Tahun 1999
dapat memberikan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang terbukti
melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Sanksi administratif tersebut sebagaimana
tercantum dalam Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu:
a.
Penetapan pembatalan perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal
16; dan atau
b.
Perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
c. Perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau
d.
menyebabkan persaingan usaha yang tidak
sehat dan atau merugikan masyarakat
e.
Perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
f. Penetapan pembatalan atas penggabungan
atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28
g.
Penentapan pembayaran ganti rugi
h. Pengenaan
denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya 25.000.000.000,00
KPPU sudah berkali-kali mengeluarkan putusan dengan sanksi pembayaran denda yang bervariasi kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Banyak pihak yang mempertanyakan justifikasi yuridis atas pengenaan denda yang ditetapkan oleh KPPU dan dasar perhitungan yang dilakukan oleh KPPU dalam menetapkan besaran suatu denda. Untuk itu, KPPU telah mengeluarkan Pedoman tentang sanksi administratif termasuk perhitungan sanksi denda yang tertuang dalam Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 252/KPPU/Kep/VII/2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasa 47 Undang-Undang
Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
KPPU dalam menjatuhkan besaran sanksi denda sangat bervariasi yang penentuannya
ada di tangan Majelis Komisi yang menangani perkara tersebut. Yang perlu untuk
digarisbawahi adalah pengenaan denda oleh KPPU bertujuan untuk mencegah
berulangnya pelanggaran yang sama di kemudian hari. Denda diharapkan menjadi
insentif bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan bisnisnya agar senantiasa
mematuhi ketentuan-ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999.